Cinta tak dapat dipaksakan. Cinta itu akan muncul dengan
sendirinya kalau memang sudah tiba waktu baginya untuk masuk ke dalam hati
seseorang. Dan apbila ia sudah masuk maka tidak ada seorangpun yang dapat
menyembunyikannya.
Bila aku kembali mengingat waktu aku pertama kali berjumpa
dengan dirimu,
ingin rasanya aku selalu berada di masa itu.
Tetapi itu berarti aku harus meninggalkan masa kini dan
menyeberangi jurang waktu yang terpisah sangat jauh. Dapatkah hal tersebut
terjadi sehingga aku bisa kembali merasakan keindahan kala cinta datang
memenuhi hidupku.
Andaikan sekarang aku bisa memilih, dan kalau hal itu bisa
terjadi,
maka aku akan memilih untuk melupakan segala sesuatu yang
terjadi selama tujuh bulan aku bersama dia.
Saat itu aku dan dia masih hanya sebatas teman biasa saja.
Belum ada ikatan diantara kita berdua. Aku berjalan di jalan
yang aku pilih dan dia juga berjalan di jalan yang dia pilih.
Aku sendirian melewati setiap dentuman detik dan dia juga sendirian melewati berlalunya waktu. Aku
dan dia berjalan di jalan yang berbeda sambil mengikuti apa yang menjadi kata
hati. Hati dimana semuanya akan bermula dan hati dimana semuanya akan berakhir.
Hingga akhirnya sang waktu tidak bisa berdiam diri lebih
lama lagi.
Ia mempertemukan kita berdua pada suatu jalan yang bernama
jalan cinta.
Aku masih ingat setiap detil peristiwa itu.
Kala itu malam sangat cerah dan bintang yg gemerlang
menjadi hiasan malam terlihat begitu menakjubkan.
Malam itu aku merasakan kegelapan berlahan-lahan mulai
meninggalkan ruang di hatiku
dan kemudian digantikan oleh suatu bentuk keindahan yang
dikenal dengan nama Cinta.
Aku telah jatuh cinta kepada dia. Malam itu aku memberanikan
diri menatap ke dua matanya. dan dia membalas pandanganku
dengan sorot matanya
yang bercahaya bagaikan kilau bintang malam itu.
Aku tidak dapat memendam perasaan cinta yang ada di dalam
hati ini
lebih lama lagi. Bisa-bisa nanti aku membuat malam menjadi
marah
dan mengurung kembali cintaku bersama kegelapannya.
Aku tak mau cintaku tertawan kembali disaat aku kini telah
menemukan jalan keluar dari pekatnya hitam hati.
Malam itu, aku berkata kepada dia kalau aku mencintai dia.
Kata-kata itu keluar dari mulutku begitu mudahnya bagaikan
kobaran nyala api yang mencoba menjilat segala sesuatau yang ada disekitarnya.
Mungkin memang benar kalau cinta itu tak bisa dipaksakan.
Cinta itu akan muncul dengan sendirinya kalau memang sudah
tiba waktu baginya untuk masuk ke dalam hati seseorang.
Setelah cinta keluar dari mulutku, waktu seakan-akan
berhenti.
Sekejap semuanya terasa sunyi dan sepi. Aku diam tak tahu
apa lagi yang harus aku bicarakan, cinta adalah kata terakhir yang ada di dalam
kepalaku.
Dalam sunyi dan sepi aku menunggu jawaban dia tetapi bibir
dia tak bergerak,
terkatup diam. Hanya senyum di bibirmu saja yang seakan-akan
berbicara namun aku tetap tak bisa memahaminya.
Aku kemudian menggengam tangannya sepanjang malam itu.
diapun membalas genggaman tanganku. Aku tak bisa menafsirkan
apa arti dari gengaman tanganmu yang terasa hangat dan senyumanmu yang membawa
seribu tanda tanya.
Aku tak tahu ada makna apa di balik senyuman dan tatapan
mata dia malam itu.
Baru seminggu kemudian aku mengetahui maknanya.
Dia juga mencintaiku seperti aku mencintai dia.
Aku atas nama cinta mengucapkan terima kasih kepada malam
karena tidak lagi memenuhi ruang di hatiku dengan kegelapannya.
Kini sebuah bintang telah bersinar di dalam hatiku.
Aku lihat bintang masih tetap bersinar diatas sana.
Jumlahnya memang tak terlalu banyak. Tetapi cahayanya masih bersinar sama
seperti malam itu.
Berbeda dengan malam itu, malam ini aku merasakan bintang
yang ada di dalam diriku mulai meredup. Cahayanya mulai melemah.
Berlahan-lahan kegelapan kembali merasuk kedalam hatiku.
Aku tak tahu bagaimana caranya agar bintang itu bisa kembali
bersinar.
Aku tak tahu. Semenjak aku dan dia menjadi sepasang kekasih
segala sesuatunya terjadi di luar dari apa yang bisa aku bayangkan.
Aku bingung mengapa akhirnya menjadi seperti ini, di saat
seharusnya semua berjalan begitu indah dan menyenangkan seperti kisah di dalam
film-film yang aku tonton, buku-buku yang aku baca, dan cerita-cerita cinta
yang aku dengar.
Besok adalah hari Valentine. Malam ini aku pergi ke mall
untuk membeli kue coklat yang akan kuberikan kepada dia sebagai hadiah baginya di hari Valentine.
Mall yang aku kunjungi terlihat ramai oleh para pengunjung
yang sebagian besar
adalah remaja/pemuda. Di setiap sudut mall telah dihiasi
dengan dekorasi-dekorasi Valentine dan tulisan selamat hari kasih sayang.
Aku berjalan sendiri melewati keramaian pengunjung itu,
melihat ke kanan ke kiri mencari toko yang menjual kue coklat.
Kue coklat yang akan aku berikan kepada dia. Aku berharap
semoga ia merasa senang dengan kue coklat yang aku berikan.
Semoga bsok aku siap untuk mengutarakan sekali lagi apa yang
menjadi perasaanku kepadanya.
Jangan sampai malam bersama gelapnya berhasil menguasai
hatiku lagi.
Akhirnya aku berhasil menemukan toko kue yang kucari-cari.
Rupanya banyak orang yang mau membeli kue di toko kue itu.
Terlihat antrian pembeli sampai ke luar toko. Aku melihat
jam di tanganku pukul setengah sembilan malam. Sepertinya aku masih sempat
untuk membeli kue
sebelum toko tutup jam sembilan.
Aku melangkah masuk ke dalam baris antrian. Aku mencoba
menghitung jumlah pembeli yang ada di depanku, semuanya ada sekitar sepuluh
orang.
Semoga aku tak berlama-lama di dalam antrian ini.
Rencana memberikan kue coklat sebagai kado Valentine buat
dia
aku dapatkan setelah aku membaca suatu artikel yang
bercerita kalau seorang pria memberikan kue kepada pasangannya sebagai hadiah
maka itu bertanda pria itu
sebenarnya sudah tidak suka lagi kepada pasangannya.
Semoga dia bisa memahami makna di balik pemberianku ini.
Aku tak tahu dia suka makan kue atau tidak,
bahkan sejujurnya selama tujuh bulan berpacaran aku sama
sekali tidak tahu apa yang disukai oleh dirinya.
Tujuh bulan masa pacaran aku lalui dengan perasaan yang
tersiksa.
Tujuh bulan yang seharusnya tidak lama menjadi terasa lama
sekali.
Sebulan pertama aku dan dia berpacaran , aku sangat senang
sekali.
Setelah sekian lama aku mencari-cari pasangan yang tepat
akhirnya aku menemukan seorang wanita yang aku yakini akan menjadi bagian dari
hatiku.
Meskipun dia bukan seperti wanita yang secara fisik
kuimpi-impikan
dan hanya seorang wanita berparas biasa, namun ada
bagian dari dia yang sangat kusukai,
yang membuat aku tidak bisa berlama-lama membisu,
yaitu rasa belas kasih yang dia miliki kepada sesama.
Aku melihat jam tanganku kembali, sekarang sudah menunjukkan
jam delapan lewat tiga puluh lima menit.
Jarum detik berjalan memutar melewati angka-demi angka.
Aku terdiam memperhatikan setiap pergerakkannya. Suara
detaknya terdengar sampai ke telingaku. Waktu menjadi berjalan terasa lambat.
Tiba-tiba dari arah belakangku tedengar suara yang memanggil
namaku. Aku lalu menoleh kebelakang dan betapa terkejutnya aku melihat dia
sedang tersenyum dengan matanya yang bersinar menatap kepadaku.
"Hai...joe, mau beli kue?"
Aku masih tak percaya kalau dia ada bersama diriku saat ini.
Aku membalas senyumannya.
" sedang apa kamu disini? Kau datang sendiri atau
bersama orang lain?"
"Aku sendiri...kebetulan aku juga mau membeli kue.
Sebenarnya aku sudah mau pulang ketika melihat antrian yang begitu panjang
tetapi sewaktu aku melihat kau juga ikut mengantri aku ingin imengantri
juga."
Wajah dia terlihat begitu senang. Aku tak tahu apakah aku
juga harus merasa senang dengan hadirnya dia bersamaku saat ini.
Aku memandang wajah dia, aku tak berani menatap matanya
berlama-lama apalagi kalau mengingat rencanaku buat dia.
"Baguslah , aku juga tadi sudah bosan antri sendirian,
untung saja dia datang jadi ada teman ngobrol." kataku kepada dia.
Beberapa pembeli baru saja menyelesaikan pembelian mereka.
Aku melangkah maju ke depan. Kini yang tersisa tinggal tiga
orang lagi.
Aku terus menatap ke depan, berpura-pura kalau dia tidak ada
di belakangku
walaupun aku tahu dia masih ada di belakangku
namun aku tak tahu harus membicarakan apa dengannya.
Mengapa di saat seperti ini aku selalu merasa tidak tahu apa
yang harus dibicarakan.
Aku melihat jam tanganku.
Waktu menunjukkan pukul delapan lewat 45 menit. 15 menit
lagi toko akan segera tutup. Aku perhatikan jarum detik yang terus bergerak,
suara detaknya terdengar sampai ke telingaku. Sebenarnya aku memiliki impian
akan suatu hari Valentine yang indah.
Satu hari dimana aku bisa melewatinya bersama dengan orang
yang aku kasihi.
Berbagi kasih pada hari dimana semua orang di seluruh dunia
bersama-sama merayakannya. Sepertinya hari Valentine tahun ini impianku tak
akan terwujud.
Karena besok aku dan dia sudah berjanji untuk berbicara
mengenai hubungan kami.
Dia kembali bertanya kepadaku
"joe kamu mau beli kue apa?"
Aku menjawab
"Aku mau beli kue coklat?" Jawabku singkat."
Dia kembali bertanya
"Kau suka kue coklat joe?"
Aku hanya menganggukkan kepalaku saja.
"Sama yah...aku juga mau membeli kue coklat dan aku
juga suka kue coklat."
Aku memberi senyum kepada dia sebagai tanda kalau aku senang
ia memiliki selera yang sama dengan aku.
"Kau masih ingat film yang pernah kita tonton dulu,
judulnya Chocolate? Mulai dari sejak menonton film itulah aku semakin menyukai
coklat."
"Yah aku ingat film itu, ceritanya mengenai seorang Ibu
bersama anaknya yang pindah ke suatu daerah dan di sana mereka memulai usaha
baru yaitu membuat kue coklat."
Dia
mengangguk-anggukkan kepalanya kemudian dia berkata
"Benar joe, cerita film itu sangat bermakna bagi
diriku."
"Oh?ya? Makna apa?", tanyaku
"Dari film itu aku menjadi yakin kalau coklat dapat
merubah sifat orang menjadi manis semanis coklat."
Mata dia tampak bersinar saat ia mengatakan hal itu.
Aku menganggap dia hanya mengada-ada saja. Tetapi tak ada
salahnya kalau dia memiliki pikiran seperti itu.
Syukurlah berarti sebentar lagi aku bisa segera pulang ke
rumah. Aku melihat jam menunjukkan pukul delapan lewat lima puluh menit.
Kini hanya satu orang lagi yang ada dihadapanku.
Aku sudah mengantri hampir setengah jam. Semoga toko itu
masih memiliki persedian kue coklat, kalau tidak, maka aku terpaksa harus
membelinya besok hari.
Sambil menunggu giliranku tiba aku mencoba mengingat-ingat
film Chocolate yang tadi dibicarakan oleh dia.
Memang kami berdua pernah menonton film itu. Itu adalah film
yang pertama kali kami tonton saat kami sudah pacaran.
Awalnya saat aku dan dia menjadi sepasang kekasih semuanya
terasa menyenangkan.
Aku merasa memiliki seseorang yang bisa memberikan semangat
saat aku membutuhkannya.
Aku juga merasa menjadi lebih lengkap karena memiliki
seseorang yang bisa mengisi hatiku. Aku yakin dia adalah tempat perlabuhan
terakhir bagi hatiku. Aku bahkan sudah membayangkan kalau aku dan dia akhirnya
akan menikah.
Namun semuanya itu berubah. Satu demi satu harapanku runtuh.
Semakin lama aku mengenal dia semakin aku menyadari kalau
selama ini ternyata ia tidak mencintai diriku seperti yang aku kira.
Aku mulai menyadarinya setelah hubungan kami berjalan selama
dua bulan.
Pada mulanya aku melihat perasaan dia yang sebenarnya terhadapku
dari gelagatnya saat aku ada bersama-sama dengan dia.
Sepanjang aku dan dia berjalan bersama, aku jarang melihat
dia tertawa dan merasa nyaman bersamaku.
Lalu setiap pertemuan kami selalu saja menjadi saat-saat
yang membosankan.
Aku tak tahu apa yang
dia rasakan tapi aku sendiri sudah tidak bisa tahan lagi berpura-pura
menikmati hubungan bersama dia. Lalu aku berusaha merubahnya.
Aku berusaha menjadi orang yang bisa dia banggakan dan
menjadi orang yang bisa membuat dia tertawa. Tapi semua itu tidak berhasil.
Aku kehabisan tenaga dan tidak ada sesuatupun yang berubah.
Aku masih tetap berjuang mempertahankan hubungan kami.
Hingga suatu saat,
dua bulan yang lalu, saat hubungan kami memasuki bulan ke
lima,
dia berkata kepadaku kalau ia awalnya menerima cintaku
karena merasa kasihan apabila ia menolak cintaku.
Mendengar kata-kata itu keluar dari bibir dia sendiri aku
berusaha bersikap tenang walaupun sebenarnya aku merasa marah sekali. Aku
berusaha mendengar penjelasan dia dengan sabar walaupun sebenarnya aku ingin
berteriak di depan mukanya tapi yang muncul hanya segaris senyuman di bibirku.
Kemudian dia meminta maaf kepadaku dan berkata kalau ia
sudah mulai mencintai diriku. Rdia juga berjanji untuk memperbaiki kesalahan
yang telah dibuatnya.
Aku tidak tahu apakah aku harus marah dan memutuskan dia atau memaafkan dan mencoba mengerti
dirinya.
Lagi-lagi tatapan mata dia yang bersinar membuat aku lupa
akan semua kesalahannya.
Aku menerima permintaan maaf
dia. Bagiku setiap orang wajar berbuat kesalahan dan layak untuk
memperoleh kesempatan kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya.
Ternyata memaafkan itu tidak semudah yang aku bayangkan.
dia memang berubah. Ia menjadi lebih memperhatikan diriku
dan lebih memiliki inisiatif membangun komunikasi.
Aku benar-benar melihat perubahan dalam diri dia, melalui
perhatian dan perlakuannya ia hendak menunjukkan kalau ia mencintai diriku.
Hatiku berusaha untuk menerima segala kebaikan dia namun
hatiku itu terlanjur sudah terluka saat dia mengatakan ia menerima cintaku oleh
karena kasihan melihat diriku apabila ia menolak cintaku.
Segala perubahan yang dia perlihatkan tak bisa lagi
menyembuhkan hatiku yang terlanjur sudah menjadi pahit.
Aku memutuskan membiarkan hubungan kami menggantung begitu
saja tanpa suatu kejelasaan. Sudah dua bulan aku tidak pernah bertemu lagi
dengan dia.
Menelepon sekalipun tidak pernah. Hanya dia yang sekali-kali menelepon menanyakan
kabarku. Aku sudah tidak bisa menerima dia lagi di dalam hatiku.
Perasaan telah ditipu dan disakiti membuat aku sangat
membenci dia.
Dengan sepihak aku sudah menganggap tidak ada lagi hubungan
diantara kami berdua. Mulai sejak itulah hatiku mulai kembali dikuasai oleh
gelapnya malam yang mengaburkan cahaya sinar bintang di dalam hatiku.
"joe?joe?!"
Dia memangil diriku.
"Ada apa ??"
Aku tak sanggup memandang wajahnya, yang terlintas
dikepalaku setiap kali melihat wajahnya hanyalah bagaimana caranya aku
mengatakan kepada dirinya kalau aku mau mengakhiri hubungan kami tanpa melukai
perasaannya. dan kembali berkata
"Kau belum memberitahu aku kenapa kau suka
coklat?"
Pertanyaan dia ada-ada saja, aku berpikir mungkin pertanyaan
itu hanya usaha dia untuk memulai suatu pembicaraan.
"jawabku, aku suka coklat karena coklat itu membuat
kenyang perutku."
Aku tertawa. Aku tak tak tahu apa yang sebenarnya yang
sedang aku tertawakan, apakah jawabanku yang konyol atau wajah dia yang
terlihat binggung setelah mendengar jawabanku. dia kemudian juga tertawa lalu
ia berkata
"Aku suka coklat karena coklat itu rasanya manis dan
dapat membuat hati orang yang memakannya menjadi semanis coklat."
Suara si penjual kue menyuruh aku untuk maju ke depan. Kini
giliranku untuk memesan sudah tiba. Aku berkata kepada dia supaya memesan
bersama-sama dengan diriku.
Setelah mendapatkan pesanan kue yang kami inginkani, kami
berdua berjalan keluar dari mall. Kuperhatikan jam tanganku, sekarang sudah jam
sembilan tepat.
Di luar mall Raine memanggil diriku
"joe??."
"Ada apa ?"
"Besok kita jadi bertemu?"
"Ya sesuai
dengan kesepakatan kita sebelumnya?"
"joe??"
Dia menyebut namaku lagi
"Ada apa ?"
"Maafkan kalau selama ini aku salah."
Aku menghentikan langkahku. Kupandang dirinya, dia mengambil
sekotak kue coklat dari dalam kantang plastiknya.
Aku menyambut tangan dia yang terjulur itu. Sekotak kue
coklat diberikan dia kepadaku.
" apa maksud?."
Belum selesai aku berbicara, dia sudah melangkah pergi
meninggalkan aku.
Aku mau mengejarnya tapi aku berpikir kalau-kalau dia
sebenarnya sudah mengetahui rencanaku esok hari.
Dari kejauhan dia melambaikan tangannya dan kemudian
berbalik lagi sampai akhirnya ia menghilang dari pandanganku.
Aku berdiri sambil memegang kue coklat pemberian dia. Aku
memandangi kue coklat itu lalu seakan-akan aku mendengar suara dia terucap di
dalam kepalaku,
"joe...kue coklat ini buatmu. Kau suka coklatkan?"
Besok hari Valentine, aku pandangi langit, ada bintang, tak
banyak, tapi ia bersinar.
No comments:
Post a Comment